Jumat, 04 Juni 2010
For You
Dia berbicara tentang kesendirian, kesepian dan kehilangan Semua berada diantara ada dan tiada, mengayuh bahtera kehidupan yang tak akan pernah ramah padanya. Hidup itu karang, hidup itu batu terjal. Kapan kau bisa mengajaknya serta, kapan kau bisa mengajaknya bermain. Semua tanpa kau sadari itu datang padamu, berawal dan berakhirpun engkau tidak tahu itu kapan terjadi.
Seseorang datang atas nama teman atau apa, aku tidak tahu itu. Aku hanya bisa mengatakan dengan kebeningan kata yang terucap, terima kasih padanya atas semua perhatiannya. Ntah apa itu namanya, yang jelas dia datang mencerahkan hari-hari. Terima kasih ^_^
Pintu Hati
Hari demi hari berlalu di depan mata seperti bayangan tanpa kata-kata. Seseorang datang mengetuk rumahku yang aku sendiri pada awalnya enggan untuk membukanya. Aku di antara kesendirianku. Pintu itu berkata,” Benarkah ada yang mengetuk ku? Jika iya, siapa yang mau mengetuk pintu yang sudah lama aku enggan membukanya? Apakah dia tidak salah mengetuk pintu? Apakah dia tidak salah menginginkan pintu terbuka untuknya?. Kemudian pintu dengan pelan mulai sedikit demi sedikit membuka, walau tanpa disadari pintu itu masih ragu didatangi. “Apakah engkau benar akan membuka pintuku ini” Tanya pintu itu pada yang ingin membukakan pintu itu”. Ya, aku ingin membuka pintumu, bolehkah aku membukanya, aku ingin memasuki nya. Jawab yang ingin membuka pintu itu. Tapi apakah engkau ingin serius membukanya, apakah engkau tidak bercanda? Iya aku tidak bercanda” jawab dia meyakinkan sang pintu. Baiklah kalau begitu, aku akan membukakan pintu itu, tapi aku bisanya membuka secara pelan, karena pintu ini telah lama tertutup, jadi agak khawatir pintu ini akan membuka dan menutup tanpa aku sadari sendiri. “ baiklah, jangan khawatir, aku akan selalu menjagamu”.
Pintu itu telah terbuka sedikit demi sedikit, namun entah mengapa, terkadang pintu itu merasakan ada yang tidak lagi membukanya, menyapanya pelan. Si pintu bertanya lagi dalam hati, “Apa salahku, kenapa aku dibiarkan saja. Mana janjinya yang akan membuka pintu ini dengan hati-hati. Aku sekarat, aku tak lagi seperti dulu yang bisa mudah dibuka.” Namun tak kunjung di temukan jawaban itu.
Semuanya datang dan sirna di saat yang hampir bersamaan. Pintu ku yang sudah aku buka, kemudian di tutup dengan cara paksa, yang membuat aku tak ingin lagi membukanya. Kemudian ada yang ingin mengetuk pintu itu lagi, tapi kenapa semuanya sama? Sama ingin mengetuk saja, tapi setelah pintu itu terbuka, pintuku di tinggalkan sedikit demi sedikit. Apa yang kalian inginkan wahai pengetuk pintuku. Kalian hanya ingin membuka tanpa ingin memasukinya? Kenapa kalian tidak bertanggungjawab dengan hal itu. Pintuku memang lama di bukanya, kalian tau kenapa pintu itu sulit untuk dibuka. Tapi kalian tetap memaksa untuk mencobanya. Kalian sekarang berkata, itu kan pilihan kami, kami berhak untuk memilih. Hei! Aku juga tidak ingin dipilih atau memilih! Kalian yang datang padaku! Kalian yang berkeinginan membukanya. Kalian yang dengan tanpa bersalahnya mengatakan ini kan pilihan! Memang aku juga tidak boleh memilih! Aku bukan rumah yang seenaknya kalian datangi kemudian kalian pergi tanpa pamit. Kalian mungkin pamit, Tapi dengan cara yang menyakitkan pintuku dan bunga-bunga yang ada di taman rumahku.
Sekarang aku tanya, jika pintu sodara kalian yang menjadi sasaran orang yang tidak engkau kenal, apa yang akan engkau lakukan? Engkau sakit hati? Engkau marah? Tapi benarkah begitu, benarkah engkau sakit hati dan marah? Jika memang engkau marh dan sakit hati, kenapa ke pintu orang lain engkau tega memperlakukannya? Memang kalian anggap aku bukan orang yang sama, tidak mempunyai pintu itu juga?
Cukuplah kusimpan semua ceritaku yang dulu, tentangku , tentang apapun yang membuatku tiada berarti, dipersimpangan aku berdiri membisu. Harusku putuskan kemanakah ku melangkah.
Jangan lagi, usikku meski aku tak tahu kemana lagi aku berlari kejar harapan yang sempat mengelam. Biarkanlah ku hidup dengan nafas yang baru, Nafas yang menyimpan kedamaian, di persimpangan aku berdiri.
Cukup Januari kemarin ku tinggalkan kelamku, tentang ku dan masa lalu yang membuatku tiada berarti
Selasa, 01 Juni 2010
Pelangi
Ketika hujan membasahi bumi, bumi berteriak gembira, "Hei, hujan engkau membasahi tubuhku" seru Bumi dengan gembira. Hujan pun tersenyum sambil terus menjatuhkan butiran-butiran air yang terus menyuburkan bumi. "Iya Bumi, aku kan memang akan menbuatmu selalu dingin ketika engkau dalam keadaan panas" sahut Hujan. Hmmm..hujan datang dikala panas yang terik membubung tinggi, dan hujan datang bisa jadi ketika panas terik, dan kemudian muncul lah pelangi. Indah sekali pelangi itu berwarna-warni, Subhanallah..Indahnya pelangi itu.
Apapun yang terjadi dalam hidup, ketika panas menyerang, yakinlah hujan akan datang membasahi, dan pelangi akan segera datang menyapa ketika hujan yang datang ketika panas terik. Yakinlah setelah hujan akan ada pelangi yang muncul, ketika panas terik hujan akan muncul dan pelangi indah itu akan muncul mencerahkan hari.
***Disini ku berdiri dan menanti pelangi yang telah pergi. Disini ku termenung merindu dan merindu indahmu yang telah berlalu. Disini ku tinggalkan bayang dan impian yang telah lama membelenggu. Disini kuberjanji menunggu hujan reda dan mengagumi pelangi itu***
Sayap
Biarkan sayap-sayap terbang mengitari alam, kepakkan sayap mengiringi sang waktu. Waktu beranjak turun perlahan menandakan akan datangnya hari baru. Biarkan sayap itu tetap ada, biarkan sang waktu jawab apa sayap itu akan patah atau bertahan dimakan usia dan ketika sang waktu mengatakan berhenti maka sayap itu pun akan berhenti
Langganan:
Postingan (Atom)